Rabu, 08 April 2015

KAPAN STATUS MUSAFIR BERAKHIR?

Stutus musafir seseorang akan berakhir dengan:
1.   Sampai ketempat tujuan bila sebelum sampai ketempat tujuan telah diniatkan untuk menetap dalam waktu yang tidak ditentukan.

2.   Sampai ketempat tujuan bila sebelum sampai ketempat tujuan telah diniatkan untuk menetap selama 4 hari penuh atau lebih (tidak termasuk hari masuk dan hari keluar).

3.   Ketika berniat untuk menetap dalam waktu yang tidak ditentukan bila berniat setelah sampai ketujuan.

4.   Ketika berniat untuk menetap selama 4 hari penuh atau leih bila berniat setelah sampai ketujuan.

5.   Dengan berlalu waktu 4 hari penuh bila tidak diniatkan untuk menetap.

6.   Dengan berlalu waktu 18 hari bila berniat untuk pulang kapan saja urusannya selesai.

7.   Hari masuk dan hari keluar tidak dihitung dalam hitungan empat hari.

Jalaluddin al-Mahalli, Syarh Al-Mahalli alaa Minhaj at-ThalibiinKanz ar-Raaghibiin”, (_______ Mustafa al-Baabi, t.t.), juz. 1. Hal. 257 – 258.

(وَلَوْ نَوَى) الْمُسَافِرُ (إقَامَةَ أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ بِمَوْضِعٍ) عَيَّنَهُ (انْقَطَعَ سَفَرُهُ بِوُصُولِهِ) أَيْ بِوُصُولِ ذَلِكَ الْمَوْضِعِ، وَلَوْ نَوَى بِمَوْضِعٍ وَصَلَ إلَيْهِ إقَامَةَ أَرْبَعَةِ  أَيَّامٍ انْقَطَعَ سَفَرُهُ بِالنِّيَّةِ، وَلَوْ نَوَى إقَامَةَ مَا دُونَ الْأَرْبَعَةِ فِي الْمَسْأَلَتَيْنِ، وَإِنْ زَادَ عَلَى الثَّلَاثَةِ لَمْ يَنْقَطِعْ سَفَرُهُ وَلَوْ أَقَامَ أَرْبَعَةَ أَيَّامٍ بِلَا نِيَّةٍ انْقَطَعَ سَفَرُهُ بِتَمَامِهَا. وَأَصْلُ ذَلِكَ كُلِّهِ حَدِيثُ: «يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ «وَكَانَ يَحْرُمُ عَلَى الْمُهَاجِرِ الْإِقَامَةُ بِمَكَّةَ وَمُسَاكَنَةُ الْكُفَّارِ» . كَمَا رَوَاهُ الشَّيْخَانِ فَالتَّرْخِيصُ بِالثَّلَاثِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا لَا تَقْطَعُ حُكْمَ السَّفَرِ بِخِلَافِ الْأَرْبَعَةِ وَأَلْحَقَ بِإِقَامَتِهَا نِيَّةَ إقَامَتِهَا، وَتُعْتَبَرُ بِلَيَالِيِهَا  (وَلَا يُحْسَبُ مِنْهَا يَوْمَا دُخُولِهِ وَخُرُوجِهِ عَلَى الصَّحِيحِ) لِأَنَّ فِيهِمَا الْحَطَّ وَالرَّحِيلَ، وَهُمَا مِنْ أَشْغَالِ السَّفَرِ،
(وَلَوْ أَقَامَ بِبَلَدٍ) أَوْ قَرْيَةٍ (بِنِيَّةِ أَنْ يَرْحَلَ إذَا حَصَلَتْ حَاجَةٌ يَتَوَقَّعُهَا كُلَّ وَقْتٍ قَصَرَ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ يَوْمًا) لِأَنَّهُ «- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَقَامَهَا بِمَكَّةَ عَامَ الْفَتْحِ لِحَرْبِ هَوَازِنَ يَقْصُرُ الصَّلَاةَ» رَوَاهُ أَبُو دَاوُد.
“Bila seorang musafir berniat untuk bermukim selama empat hari di suatu tempat yang telah ia tentukan maka terputuslah safirnya dengan samapai ketempat tersebut. Jikalau seseorang berniat untuk menetap di sautu tempat setelah samapai di tempat tersebut maka safirnya terputus semenjak ia berniat. Jikalau ia berniat menetap kurang dari empat hari pada dua masalah walaupun lebih dari tiga hari safirnya tidak terputus. Jikalau dia menetap selama empat hari tanpa niat maka safirnya terputus dengan sempurna empat hari. Dalil semua itu adalah hadis muttafun alaih “Para muhajir menetap di mekah setelah melaksanakah haji selama tiga hari.”  “Dan orang-orang muhajir haram bermukim di Mekah dan tinggal bersama orang kafir.” Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, maka pembolehan tiga hari menunjukkan bahwa menetap tiga hari itu tidak memutuskan safir dengan sebalik menetap empat hari. Dan diqiyaskan niat empat hari kepada menetap empat hari. Empat hari itu juga termasuk malam-malamnya. Hari masuk dan hari keluar tidak dihitung menurut pendapat shahih karena pada keduanya ada perhentian dan keberangkatan yang keduanya merupakan kesibukan safir.

Jika seseorang menetap di suatu balad atau qaryah diniat dia akan berangkat apabila keperluannya telah selesai yang keperluan itu bisa terselesaikan kapan saja dia boleh menqasar selama delapan belas hari. Dalilnya, “Rasulullah. Saw bermukim di Mekah selama delapan belas hari pada tahun penaklukan Mekah untuk perang Hawazin, dalam waktu itu beliau mengqashar salatnya.” (H. R. Abu Daud).

Juga bisa dilihat dalam:
Mughni al-Muhtaj, juz, 1. Hal. 519.
Nihayah al-Muhtaj, juz, 2, hal. 376 – 377.
Nihayah al-Muhtaj, Juz, 2, hal. 254.

Hasyiyah I’anaha at-Thalibin, juz, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close