Selasa, 08 Desember 2020

HIKMAH SALAT DIMULAI DENGAN TAKBIR

Salat adalah ibadah badaniyah paling afdhal dalam Islam. Karenanya salat menjadi ibadah paling utama setelah iman. Juga salat berada pada urutan kedua dalam rukun Islam. Salat juga ibadah yang tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi bagaimanapun. Di akhirat nanti merupakan ibadah yang pertama sakali dihisab sebagai mana sabda rasulullah. Saw: 
أول ما يحاسب الناس به يوم القيامة من أعمالهم الصلاة 
“Pertama sekali amalan manusia diperiksa di akhirat nanti adalah salat” Defenisi salat sebagaiman disebutkan dalam kitab-kitab fiqih adalah:
أقوال وأفعال مخصوصة مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم بشرائط مخصوصة
“Beberapa perbuatan dan beberapa perkataan khusus yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam disertai syarat-syarat khusus”. Defeinisi ini memberikan gambaran bahwa salah satu ciri khas salat adalah dimulai dengan takbir yang disebut dengan takbiratul ihram. Di balik peletakan takbir sebagai pembuka salat ternyata menyimpan hikmah yang sangat luar biasa. Para ulama dalam karya-karya mereka menyebutkan bahwa hikmah dimulainya salat dengan takbir adalah agar setiap orang yang masuk dalam ibadah salat selalu menghadhirkan kandungan maknanya berupa keagungan dan kehebatan Allah. Swt dalam sepanjang salatnya sehingga melahirkan kusyuk yang sempurna. Syeikh Khatib Syarbaini dalam Mughni Al-Muhtaj menyebutkan: 
وحكمة افتتاحها بالتكبير: ليستحضر المصلي عظمة معناها الدال على عظمة من تهيأ لخدمته، حتى يتم له الهيبة والخشوع، ومن ثم زيد في تكريرها؛ ليدوم له ذانك في جميع صلاته؛ إذ لا روح ولا كمال لها بدونهما 
“Hikmah salat dimulai dengan takbir adalah supaya orang yang salat menghadirkan keagungan makna yang terkandung dalam takbir berupa keagungan zat Allah. Swt di mana simushalli mempersiapkan diri untuk berkhidmat kepada-Nya sehingga sempernulah rasa hormat dan khusyu’ dalam alatnya. Karena alasan inilah sehingga takbir berulangkali dianjurkan dalam salat supaya penghormatan dan kekusyu’an tetap berlanjut dalam sepanjang salatnya karena salat tidak memiliki ruh dan tidak sempurna bila tanpa penghormatan dan kekhusyu’an. Lihat Mugni Al-Muhtaj, juz. 1, hal. 198. 
Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close