Minggu, 15 November 2015

PROBLEMATIKA MENGHADAP KIBLAT DALAM SALAT

        Salah satu syarat salat yang disepakati oleh para ulama adalah menghadap kiblat. Setelah mereka sepakat tentang disyaratkan menghadap kiblat kemudian mereka berselih pendapat mengenai arah (jihat) atau ain kiblat yang wajib dihadap dalam salat.
        Dalam mazhab Syafi’I pendapat yang ma’ruf dan rajih adalah wajib menghadap ain ka’bah dalam salat secara yakin bagi yang dekat dan secara dhan bagi yang jauh. Syarat ini terasa sangat berat bagi orang awam dan menimbulkan kegamangan bagi banyak kalangan karena mereka tidak memiliki keahlian untuk menenentukan arah kiblat bahkan menggunakan alat paling sederhana seperti kompas dan GPS pun mereka tidak mengetahui caranya.
        Adanya sinyalemen bahwa banyak mesjid-mesjid yang arahnya tidak tepat kepada ain ka’bah membuat sebagian orang menjadi gamang dan khawatir bahwa salatnya tidak sah karena tidak persis menghap ain ka’bah yang merupakan salah satu syarat sah salat.
        Solusi paling mudah dan bisa membuat kita nyaman salat di masjid manapun adalah mengikuti pendapat yang mengatakan sah salat dengan menghadap arah kiblat (arah barat di daerah kita) walaupun tidak persis berbetulan dengan ain ka’bah dan ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah (Mazhab Hanafi).
        Pertanyaannya bolehkah kita yang bermazhab syafi’I salat dengan menghadap kearah ka’bah (barat) walau tidak tepat menghadap ain ka’bah dan shah kah salat kita?. Jawabannya terdapat dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 78.
(مسألة : ك) : الراجح أنه لا بد من استقبال عين القبلة ، ولو لمن هو خارج مكة فلا بد من انحراف يسير مع طول الصف ، بحيث يرى نفسه مسامتاً لها ظناً مع البعد ، والقول الثاني يكفي استقبال الجهة ، أي إحدى الجهات الأربع التي فيها الكعبة لمن بعد عنها وهو قويّ ، اختاره الغزالي وصححه الجرجاني وابن كج وابن أبي عصرون ، وجزم به المحلي ، قال الأذرعي : وذكر بعض الأصحاب أنه الجديد وهو المختار لأن جرمها صغير يستحيل أن يتوجه إليه أهل الدنيا فيكتفى بالجهة ، ولهذا صحت صلاة الصف الطويل إذا بعدوا عن الكعبة ، ومعلوم أن بعضهم خارجون من محاذاة العين
“Masalah: Pendapat rajih adalah mesti menghadap ain kiblat walau bagi orang yang berada di luar Makkah, maka mestilah mereng sedikit apabila shafnya panjang sekira-kira terlihat ia persis menghadap ain kiblat secara dhan apabila ia jauh dari kiblat. Pendapat yang kedua, cukup hanya menghadap arah di mana ka’bah berada bagi orang yang jauh dari ka’bah. Pendapat ini adalah pendapat yang kuat yang dipilih oleh Imam al-Ghazali dan dinyatakan kuat oleh aj-Jarjani, Ibn KJ dan Ibn Abi Ashrun dan dijazam oleh al-Mahalli. Imam Azra’I berkata: sebahagian Ashhab mengatakan bahwa ini adalah pendapat Imam Syafi’I yang jadid dan ini pendapat yang mukhtar karena ain ka’bah itu ukurannya kecil, mustahil seluruh dunia bisa menghadap ainnya maka cukuplah menghadap jihatnya saja, karena itu sahlah salat shaf yang panjang apabila mereka jauh dari ka’bah padahal dapat dimaklumi bahwa sebagian mereka pasti tidak persis menghadap ain ka’bah.”
       
        Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa dalam mazhab syafi’I juga banyak ulama yang menyatakan sah salah dengan menghadap ke jihat kiblat walaupun tidak persis menghapap ain ka’bah, bahkan pendapat ini adalah salah satu pendapat imam syafi’I dan dinyatakan jadid oleh sebahagian ulama.

Wallahu a’lam bi  as-Shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close